Dari pertama kali brainstorming ide sih sebenarnya saya udah mulai ada rasa tertarik sama gadis cantik yang satu ini. Salah satu trik yang saya gunakan untuk bisa dapetin nomer hapenya adalah dengan menggunakan senioritas yang dibalut dengan sedikit sentuhan posisi saya sebagai sutradara. Jadi saya meminta kepada semua anak-anak teater itu untuk menuliskan nomer hapenya di selembar kertas agar nanti gampang untuk dihubungi bila dibutuhkan sewaktu-waktu. Kalo ada yang tidak mencantumkan nomer hape akan langsung dicoret namanya dari tim produksi karena dianggap menghambat kinerja. Akhirnya saya dapatkanlah kertas yang berisi daftar nama anak-anak tersebut beserta nomer hapenya. Ah, peduli setan dengan nomer hape yang lain, mataku langsung membidik nama gadis cantik tersebut dan mulai mencatat nomer hapenya di hape saya, dan cerita pun berlanjut via teknologi ‘short message service’ –hehehe— (licik kan saya,wkekekekek....)
“Hai, kamu D***A ya?” (nama sengaja dirahasiakan supaya ga banyak yang tau, nanti bisa terkenal dia, terus kalo udah terkenal nanti jadi artis, terus nanti saya ditinggalin -hiks-hiks-). Dia pun membalas sms saya, “Iya, ini siapa yah?” – “Hayo coba tebak, saya akan sering kamu lihat beberapa hari ke depan di sekolah sebagai seorang sutradara film indie yang akan kamu garap”. (Sumpah ini sih bukan petunjuk, tapi udah bener-bener kasi tau jati diri, daripada dia kelamaan capek mikir plus penasaran plus buang-buang pulsa, ya kan?). “Pasti ini Inank ya?” – “Iya betul! Kamu pinter banget deh.. Oya, kamu lagi apa nih?”, dan cerita pe-de-ka-te pun berlanjut. Tapi selidik punya selidik ternyata dia udah punya cowok, hiks, hancur hatiku mengenang dikau (cuplikan lagu Bunga Terakhir-nya Bebi Romeo). Tapi saya punya prinsip selama janur kuning belum tertancap, maka dia masih bebas, berarti masih ada kesempatan beberapa hari ke depan.
Gadis cantik ini ternyata mukanya berkarakter sebagai gadis yang akan menjadi korban dalam film ini, makanya tanpa banyak cingcong langsung aja saya pulih dia menajdi pemeran si korban. Ada suatu adegan dimana si korban mengeluarkan darah dari tenggorokannya akibat ledakan natrium di dalam sukro itu (disinilah judul Sukro Berdarah diambil), nah adegan itu harus diambil berkali-kali karena si korban selalu tidak pas aktingnya. Alasannya sih katanya darah buatannya ga enak, ya ada benernya juga sih, bayangin deh Fanta dicampur dengan pewarna merah agar warnanya terlihat merah pekat, rasanya pasti ga karuan kan? Kasian juga dia, makanya saya selalu siap di sampingnya siapa tau dia muntah beneran, dan emang bener kejadian dia muntah beneran! Saya pun langsung menolongnya dan mengantarnya ke wastafel terdekat dan memberikan sapu tangan saya untuk membersihkan bibirnya yang merah. “Nank, sapu tanganmu jadi merah gini, aku bawa pulang ya mau ta cuci dulu”. – “Oh iya ga pa pa, aku masih punya banyak sapu tangan kok di rumah”, dan sapu tangan itu menjadi perekat antara saya dan dia.
Usaha demi usaha dilakuin segencar mungkin untuk ngedapetin dia, dan akhirnya dia berada di ujung kebingungan antar harus memilih tetap jalan dengan pacarnya atau memilih saya. Dia berkata, nama saya udah tergoreh di hatinya. Wuahhhhh, kesempatan emas nih, langsung aja saya bilang, “Ikuti apa kata hati kamu babe....”. YES!! Akhirnya saya jadian juga dengan dia.. Benar-benar kisah cinta lokasi yang terukir di dalam hati saya. (Miss you and love you always babe...). *for someone who always keep her heart just for me,thanks babe..*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar